Akhir-akhir ini banyak diberitakan bahwa soekarno telah membuang teks asli Proklamasi. Teks asli ini ditemukan seorang bernama BM Diah di tempat sampah dan diberikan kepada presiden ketika masa kepemimpinan Soeharto. Di berbagai situs di internet ada sebagian dari para blogger maupun pengguna jejaring sosial lainya, mereka mengatakan bahwa dengan membuang teks asli proklamasi sama saja Soekarno tidak peduli dengan sejarah. Sebagai seorang pimpinan yang memiliki wibawa dan pengaruh bagi bangsa Indonesia, seharusnya soekarno menyimpan teks asli proklamasi Indonesia. Karena teks proklamasi adalah sebuah alat dan bukti otentik yang mampu mengingatkan para generasi penerus, dari mana mereka mendapatkan kemerdekaan yang sekarang mereka nikmati.
Bagi seorang sejarawan maupun ilmuan sejarah, apabila terselip pemikiran seperti di atas adalah sebuah ketololan, kebodohan, dan sebuah kebutaan akan sejarah. Mereka yang mempublikasikan tentang penemuan ini tanpa melihat sejarah dari seorang soekarno. Perlu diketahui bahwa Soekarno adalah seorang yang sangat peduli dengan sejarah. Meskipun bukan berasal dari cendikiawan sejarah, namun wawasan soekarno akan sejarah sangatlah luas. Bahkan kata-kata dari seokarno yang paling dikenal mengandung kata “sejarah” di dalamnya. Jas merah “jangan sekali kali melupakan sejarah”. Seluruh ahli sejarah, sejarawan, maupun ilmuan sejarah mengetahui akan hal ini. Lalu bagaimana mungkin soekarno dikatakan seorang yang tidak memperdulikan sejarah?
Pada masa perjuangan indonesia, soekarno lah orang yang “menggembor-gemborkan” bahwa indonesia telah di jajah belanda selama 3,5 abad, beliau mengajak para pemuda, tentara, dan seluruh jajaran rakyat indonesia untuk melakukan perjuangan dalam meraih kemerdekaan Indonesia. Cukup sampai disini penindasan yang harus dialami rakyat indonesia. Dengan cara yang seperti itu dapat diketahui bahwa soekarno adalah seorang yang paham akan sejarah. Lalu bagaimana mungkin soekarno tidak memperdulikan sejarah?. Dalam diskusi ilmuan sejarah muda semarang, mereka berpendapat bahwa kita harus lebih mencermati tentang fakta sejarah. Kita tidak boleh mempublikasikan sebuah fakta sejarah dengan asal-asalan begitu saja. Ada teknik, cara, metode dan berbagai langkah lainya yang harus dilakukan seorang sejarawan. Terkadang seorang menggunakan sejarah sebagai alat untuk meraih posisi dalam kepemimpinan atau untuk “pencitraan”. Seperti yang terjadi pada masa kepemimpinan soeharto. Maka dari itu seorang sejarawan haruslah lebih cermat dalam mempublikasikan fakta sejarah agar tidak terjadi kesalahan pemahaman masyarakat dalam memahami makna dari fakta sejarah yang ada. Adalah sebuah “kesalahan “ apabila seorang sejarawan mempublikasikan sebuah fakta sejarah tanpa melalui kaidah-kaidah penelitian sejarah.
Lalu, apa yang terjadi apabila soekarno benar-benar membuang teks asli proklamasi tersebut?
Ada berbagai pandangan ahli sejarah dalam menanggapi peristiwa tersebut. Berbagai pendapat tersebut mendapat banyak perhatian dari ahli sejarah maupun masyarakat indonesia. Dapat dikategorikan golongan yang memberi pendapatnya dari yang mayoritas maupun minoritas akan peristiwa tersebut. Golongan tersebut di bagi menjadi 3 pendapat yaitu antara lain :
1. Masa Peralihan
Pandapat ini dianut hampir oleh kebanyakan ahli sejarah di Indonesia. Sempat dikisahkan bahwa setelah selesai merumuskan teks proklamasi, bung karno kemudian memberikan naskah itu kepada para pemuda yang berkumpul di rumah laksamana maeda. Naskah itu selanjutnya diketik oleh sayuti melik. Usai mengetik kemudian melik meremas-remas naskah (teks Proklamasi yang di tulis Bung Karno) itu. Dia berfikir kertas itu tidak diperlukan lagi, karena sudah ada naskah ketikan. Naskah itu dibuang ketempat sampah. Namun pada saat bung karno melihat naskah hasil ketika melik beliau menanyakan akan naskah aslinya. Beruntung naskah itu tidak dirobek. Hanya diremas sampai kumal. Setelah itu, naskah tersebut disetrika dan menjadi bagus lagi. Bung Karno mengantonginya dan sekarang disimpan di Arsip Nasional. Jadi naskah tersebut tidak dibuang oleh soekarno.
Selain itu, diketahui juga bahwa pada saat teks proklamasi di rumuskan adalah masa-masa yang sulit bagi Indonesia. Pada saat itu indonesia mengalami “masa peralihan” dari negara jajahan menjadi negara merdeka. Pada malam perumusan teks proklamasi, di kediaman Laksamana Maeda terjadi sebuah ketegangan yang sangat karena berbagai peristiwa seperti dibomnya kota hiroshima dan nagasaki oleh sekutu, menyerahnya Jepang pada sekutu, peristiwa rengasdengklok, dan berbagai peristiwa lainya yang terjadi di dalam maupun luar Indonesia. Biar bagaimanapun semua peristiwa yang terjadi di dunia akan mempengaruhi posisi Indonesia ke depan. Karena indonesia pada saat itu mengalami kekosongan kekuasaan sehingga golongan pemuda menuntut untuk segera dilakukanya proklamasi Indonesia. Namun golongan tua berpendapat bahwa mereka harus menunggu ijin dari jepang apabila hendak melakukan proklamasi. Halinilah yang menimbulkan ketidak senangan golongan muda terhadap golongan tua. Mereka menggangap sebagian dari golongan tua adalah “budak jepang”. Sehingga soekarno-hatta harus “disingkirkan” agar tidak mendapat pengaruh dari pihak jepang. Pada malam perumusan teks proklamasi juga nampak ketegangan dari golongan tua dan golongan muda, meskipun cara mereka berbeda namun tujuan mereka sama yaitu kemerdekaan indonesia. Peristiwa yang ditunggu-tunggu akhirnya akan tercapai. Setelah teks proklamasi selesai di buat golongan pemuda diminta golongan tua untuk menyebarkan berita bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dilakukan esok hari. Ketika para golongan pulang ke kediaman masing-masing, golongan muda sibuk untuk menyebarkan berita ini keseluruh pelosok yang mampu mereka jangkau. pada saat itu golongan tua sudah sibuk dan berfikir dalam merumuskan teks proklamasi Indonesia dan golongan tua sibuk menyebar luaskan berita tentang akan diadakanya proklamasi pada pagi harinya.
Melihat kondisi ini, dapat diketahui bahwa pada saat itu bukanya tidak memperdulikan teks asli proklamasi, namun ada hal lainya yang lebih penting dan diutamakan yaitu sebuah kemerdekaan bagi bangsa indonesia. Seorang ahli sejarah dari semarang berpendapat bahwa sekalipun soekarno membuang teks asli proklamasi Indonesia itu adalah hal yang wajar. Kita tidak boleh menilai sejarah dari sudut pandanda saat ini. Kita juga harus mengetahui bahwa indonesia pada saat itu sedang mengalami masa peralihan. Kondisi saat itu sedang tidak aman. Kemerdekaan Indonesia adalah hal yang harus di prioritaskan. Maukah kemerdekaan yang kita rasakan saat ini hilang cuma karena masyarakat pada saat itu hanya memperdulikan teks asli proklamasi?. Meskipun begitu soekarno tetaplah salah, namun dapat dimaklumi melihat dari kondisi yang terjadi saat itu.
2. Poltik Pencitraan
Pendapat ini dianut oleh sebagian besar pengikut soekarno. Bagi para masyarakat yang mencintai soekarno, beliau dianggap telah dituduh oleh soeharto. Soeharto dianggap telah sengaja merusak nama soekarno untuk menghilangkan pengaruh soekarno di pandangan masyarakat Indonesia untuk tetap mempertahankan posisinya di Indonesia. Meskipun tanpa diiringi dengan bukti yang kuat golongan kedua ini yakin akan hal ini. Lalu bagaimana apabila soekarno telah membuangnya? Masih senada dengan pendapat kelompok pertama, namun kelompok kedua ini menambahkan bahwa ini adalah langkah-langkah yang ditempuh soeharto dalam melakukan “politik pencitraanya”. Seperti diketahui bahwa teks asli dikebalikan kepada presiden namun pada masa kepemimpinan soeharto. Sebagian berpendapat bahwa soeharto sengaja mempublikasikanya kepada masyarakat agar mereka menilai bahwa soeharto adalah seorang yang memperdulikan perjuangan bangsa ini dalam meraih kemerdekaanya bahkan sampai ketingkat teks asli proklamasi. Soeharto ingin menunjukan dirinya bahwa ia adalah seorang yang memperdulikan bangsa ini bahkan melebihi seorang soekarno sebagi salah satu yang merumuskan teks tersebut namun justru membuangnya. Pendapat ini hampir di anut oleh sebagian dan masyarakat yang peduli akan soekarno namun tidak sebanyak golongan pertama.
3. Soekarno Tidak Peduli sejarah
Meskipun mendapat cacian, hinaan dan anggapan yang salah dalam menyampaikan fakta sejarah, golongan ini meyakini bahwa soekarno adalah seorang yang tidak memperdulikan sejarah. Pendapat ini dianut oleh sebagian kecil ahli sejarah dan masyarakat Indonesia. Golongan pertama dan ke dua menganggap bahwa golongan ketiga tidak memiliki kode etik ilmuan sejarah dalam menyampaikan penemuan fakta sejarah yang mereka peroleh. Golongan ketiga dianggap hanya menyampaikan dari satu sudut pandang saja dan tidak memahami kondisi, situasi, dan segala yang terjadi yang dapat mempengaruhi segala keputusan yang dapat diambil manusia. Adalah sebuah kesalahan apabila seorang sejarawan menyampaikan fakta sejarah dari sudut pandang pribadi. Ada sebuah aturan maupun kode etik dan langkah-langkah dan kajian penelitian sejarah yang harus dilakukan seorang sejarawan sebelum menyampaikan fakta sejarah yang diperolehnya. Meskipun dianggap salah namun golongan ini tetap meyakini bahwa soekarno adalah seorang yang tidak peduli akan sejarah. Bahkan mereka sampai berani mempublikasikan hal ini ke berbagai media masa maupun jejaring sosial yang banyak di jumpai masyarakat Indonesia.
Setelah mengetahui penjelasan di atas lalu akan mengikuti pendapat yang manakah kalian dalam memahami fakta sejarah?
Siapapun yg membuangnya dan menemukannya Soekarno tetap PROKLAMATOR
BalasHapus